Kisah Inspiratif Muhammad Farid Merintis Sekolah Alam Dibayar Sayur & Doa

Posting Komentar

Libur panjang sekolah tahun 2024 ini terasa berbeda karena saya akhirnya kembali dipertemukan oleh Allah dengan sahabat lama yang tinggal nan jauh di sana.

Pertemuan kami ini, meski singkat namun terasa spesial, karena banyak pelajaran dari berbagai cerita pengalaman inspiratif yang saya dapatkan.

Salah satu yang paling berkesan adalah, pengalaman sahabat saya ini dalam merintis sekolah alam yang diberi nama “Alam Islamic Rainbow School” hingga berkembang pesat di daerah tempat tinggalnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Ia banyak bercerita bagaimana perjuangannya dalam membangun sekolah alam di tempat tinggalnya dengan bermodalkan pengalaman sendiri dalam mendidik anak-anaknya, yang kebetulan salah satunya adalah anak berkebutuhan khusus.

Cerita inspiratif dari sahabat saya ini mengingatkan saya pada sosok Muhammad Farid yang juga sama-sama menyukai sekolah Alam.

Ada banyak hal menarik yang bisa diambil sebagai pelajaran dari perjalanan Muhammad Farid dalam merintis sekolah alam yang ingin saya ceritakan di artikel ini.

Saya berharap, cerita pengalaman Muhammad Farid ini bisa memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk berbuat dan memberikan sumbangsih terbaiknya bagi bangsa dan negara.

Obsesi Muhammad Farid pada Sekolah Alam

Awal mula Farid mendirikan sekolah alam dimulai dari penelitian tesisnya saat menempuh studi S2 di Fakultas Manajemen Pendidikan.

Farid menjatuhkan pilihannya pada sekolah berkonsep alam karena dianggap lebih cocok dengan visi dan misinya. Namun, studi banding-nya ke Jakarta membuatnya sedikit terhenyak.

Betapa tidak, biaya pendidikan sekolah alam di Jakarta ternyata sangat mahal. Hal ini tentu saja bertentangan dengan visi misinya yang ingin menyelamatkan anak-anak yang tidak mampu dari putus sekolah.

Usaha pertama yang dilakukan oleh Farid untuk membangun sekolah alam adalah mencari lahan. Beruntung, Farid diperkenankan oleh salah seorang pemilik kebun kopi untuk mengelola tanah perkebunan tersebut menjadi sekolah.

Di tanah wakaf seluas 4000 m2 tersebut Farid kemudian bangun 2 jenjang sekolah yakni Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Namun sayangnya, hanya jenjang SMP saja diperkenankan untuk didaftarkan ke dinas pendidikan mengingat, tempat sekolah tersebut berdiri beroperasi di sebuah dusun terpadu.

Perjuangan Farid Mencari Murid untuk Sekolah Alam-nya

Image soutce: Kompas

Sekolah yang didirikan Farid tidak serta-merta dilirik oleh orang tua murid, selain karena ini adalah sekolah baru, fasilitas yang ada di sekolah tersebut tentu saja masih sangat terbatas.

Pada awal berdirinya sekolah alam yang belakangan lebih dikenal dengan sebutan Banyuwangi Islamic School (BIS) ini dimulai dari sebuah aula dan mushola kecil serta sebuah sanggar di samping beberapa saung kayu berdesain sederhana.

Untuk mengajak anak-anak putus sekolah agar mau kembali ke sekolah dan belajar, Farid tak segan mencari anak-anak putus sekolah hingga ke pasar. Dan, membujuk mereka untuk bersekolah di Sekolah Alam baru yang ia dirikan.

Untuk meringankan beban para orang tua, Farid menerapkan peraturan yang tidak biasa. Mulai dari pembayaran sekolah yang boleh dilakukan dengan menggunakan sayur-mayur hingga seragam sekolah yang hanya dikenakan pada hari Senin dan selasa serta anak-anak juga diperbolehkan untuk mengenakan alas kaki sandal jika tak punya sepatu.

Jikalau pun sayur tak ada, orang tua siswa bahkan diperbolehkan untuk membayar dengan “doa” saja.

Begitu juga dengan para pengajar (guru), mereka juga dibayar dengan sayur-mayur.

Namun kini, sekolah alami yang dirintis oleh Farid ini sudah berkembang pesat. Bagi yang mampu, mereka bisa membayar dengan menggunakan uang cash.

Kualitas Pendidikan Sekolah Alam (BIS)

Meskipun serba terbatas, namun kualitas Sekolah Alam yang didirikan oleh Farid terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Selain itu, sekolah ini juga menerapkan konsep boarding school layaknya pondok pesantren untuk mengurangi beban orang tua pada biaya transportasi untuk anak-anak yang berasal dari daerah-daerah jauh.

Pada awalnya, siswa diperbolehkan pulang setiap akhir pekan yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Namun seiring dengan perkembangan Boarding School di BIS, para siswa boleh tinggal lebih lama dari yang tadinya hanya 5 hari dalam seminggu menjadi 1 bulan, dan kemudian berangsur-angsur menjadi 6 bulan.

Persamaan dengan penerapan boarding school membuat sebagai pendidikan iman dan akhlak semakin mudah diterapkan kepada anak-anak.

Bagi mereka yang tinggal di pondok, selain menjalani ibadah wajib sehari-hari, mereka juga dibimbing untuk, melakukan berbagai kebiasaan baik seperti, shalat tahajud setiap malam, shalat Dhuha setiap pagi, di samping tentu saja shalat berjamaah 5 waktu.

Kurikulum yang diterapkan di sekolah ini adalah kurikulum gabungan antara kurikulum pondok pesantren Salafiyah dengan kurikulum modern.

Karena itu, tidak heran apabila selain pandai membaca Al-Quran dan kitab kuning, anak-anak juga pandai berbahasa Arab dan berbagai bahasa internasional lainnya termasuk, bahasa Inggris, Jepang, hingga Mandarin.

Anak-anak dibebaskan untuk belajar di mana saja sesuai dengan konsep Sekolah Alam yang ditawarkan namun tetap berpedoman pada standarisasi dinas pendidikan untuk menjaga kualitas pendidikan mereka.

Selain menimba ilmu, para murid BIS juga dituntut untuk menularkan ilmu mereka masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka.

Mereka diwajibkan untuk mengumpulkan beberapa orang dan mengajarkan mereka berbagai ilmu pengetahuan yang telah dipelajari oleh para murid tersebut saat liburan.

Menerima Anugerah Pewarta Astra 2010

Kontribusinya yang sangat besar pada bidang pendidikan dan bagi kelangsungan pendidikan putra-putri bangsa Indonesia, Muhammad Farid diganjar penghargaan dari Astra SATU Award.

Sebagai informasi, ajang Astra SATU Award merupakan ajang penganugerahan yang diberikan kepada putra-putri bangsa Indonesia mendedikasikan diri mereka untuk melakukan perubahan positif yang berkelanjutan di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, teknologi, hingga kewirausahaan.

Pada perhelatan SATU Indonesia Awards (SIA) kenapa dari tahun 2010, Muhammad Farid terpilih sebagai salah satu penerima Anugerah tersebut. Menyisihkan 120 pendaftar lainnya, dan berhak membawa pulang ke hadiah sebesar Rp 40 juta, yang kemudian digunakan untuk memajukan sekolah alam yang dibangunnya.

Jika kalian merasa memiliki kontribusi di berbagai bidang yang telah saya sebutkan di atas, Begitu juga dengan individu maupun kelompok lain, kalian bisa mendaftarkan diri kalian sendiri maupun individu dan kelompok tersebut ke ajang Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards sebagai calon penerima penghargaan.

Penutup

Selain bermaksud untuk menginspirasi generasi muda untuk memajukan bangsa dan negara gambar kontribusi positif pada lingkungannya, artikel ini juga saya maksudkan untuk berbagi informasi mengenai adanya program Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards yang bisa dijadikan sebagai salah satu pelecut semangat sekaligus batu loncatan untuk meningkatkan berbagai kegiatan positif yang kalian lakukan.

Jangan lupa daftarkan diri kalian, individu maupun kelompok-kelompok yang ada di sekitar kalian ke program Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards ya... Semoga sukses dan teruslah menjadi insan yang kreatif serta inspiratif demi kemajuan bangsa dan negara.

Husnul Khotimah
Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Related Posts

Posting Komentar