Sebagai orang tua yang memiliki anak usia sekolah, saya sangat bahagia karena memiliki anak-anak yang sehat dan normal untuk bisa bersekolah di tempat yang kami inginkan.
Perasaan tenang tentu saja akan juga membuat anak-anak merasa nyaman berada di sekolah mereka karena mereka tidak berbeda.
Lalu, bagaimanakan dengan anak-anak penyandang disabilitas serta kusta. Apakah salah jika mereka ingin mendapatkan perlakuan yang sama seperti kebanyakan anak-anak normal lainnya?
Adalah seorang Ignas Carly, seorang anak dengan disabilitas yang mempunyai kesempatan untuk bersekolah di SDN Rangga Watu, Manggarai Barat.
Ignas mengatakan senang bisa bersekolah dan berteman dengan teman-teman sebayanya karena tidak mendapatkan stigma buruk meskipun ia berbeda.
Bukan hanya itu, dukungan dari sekolah juga serta merta memiliki andil besar suksesnya Sekolah inklusif yang juga nyaman bagi anak-anak disabilitas.
Dalam hal ini, SDN Rangga Watu memiliki peraturan khusus, yaitu merahasiakan anak-anak disabilitas dari teman-teman yang lainnya. Tentu tindakan ini akan sangat berpengaruh kepada rasa nyaman dan tidak dikucilkan oleh teman-teman sekolah yang lainnya.
Meskipun ada waktu-waktu dimana Ignas diejek oleh temannya, namun Ignas tetap senang bersekolah di SDN Rangga Watu.
Cara Kita mensukseskan Sekolah Inklusif untuk Disabilitas dan Kusta
Cara-cara yang diterapkan oleh SDN Rangga Watu, bisa kita terapkan pula dalam kehidupan disekitar kita. Kadang kita sibuk membully dan menghakimi orang lain karena mereka berbeda.
Saya sebagai orang tua dengan anak normal selalu menekankan kepada anak-anak untuk belajar empati dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Termasuk untuk tidak membully dan berkata-kata menyakitkan kepada teman-temannya yang berbeda dengannya.
Pelajaran saat mengikuti Live bersama NLR Indonesia
Beberapa waktu lalu, saya mengikuti Live Youtube bersama NLR Indonesia dalam program #SuarauntukIndonesiaBebasDariKusta (SUKA) yang disiarkan laangsung oleh Ruang Publik KBR.
Rizal Wijaya sebagai host kali ini memulai acara Ruang Publik KBR dengan tema Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta.
Beberapa kali saya menulis tentang liputan kusta ini, bahwa masih banyak penyandang kusta yang mengalami stigma dari lingkungan sekitar.
Dalam acara ini, dihadiri oleh 3 narasumber diantaranya adalah Bapak Fransiskus Borgias Patut sebagai Kepala Sekolah Rangga Watu, Manggarai Barat. Ignas Carly sebagai murid disabilitas yang bersekolah di SDN Rangga Watu Manggarai Barat serta dari Yayasan Kita Juga (Sankita) Ansalmus Gabies Kartono.
Yayasan Kita Juga adalah salah satu organisasi sosial yang bergerak di pemberdayaan disabilitas di Kab. Manggarai Barat. Berdiri Sejak tahun 2007 namun mulai menjadi Yayasan sejak tahun 2014.
Kasus di Manggarai Barat yang penanganan disabilitas masih sangat kurang. Oleh karenanya, diadakan sekolah inklusif di SDN Rangga Watu ini karena jarak ke
Ada banyak hal yang ditemukan oleh Bapak Anselmus, karena melihat anak-anak yang putus sekolah karena keterbatasan tersebut.
Disekolah Rangga Watu ini terdapat 7 orang dengan disabilitas. Dan menurut saya, adanya anak-anak disabilitas ini menjadikan SDN Rangga Watu ini spesial.
Sulitnya Menemukan Pengajar ABK
Di Sekolah reguler, Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Bapak Frans berharap, meskipun pemerintah sudah terbuka untuk sekolah reguler menerima ABK, memaparkan bahwa saat ini sekolah reguler masih kesulitan menemukan tenaga pendidik khusus untuk ABK termasuk penyandang Kusta.
Dilain hal, bapak Frans berharap ada SK dari pemerintah agar sekolah Inklusif ini bisa terwujud. Salah satunya adalah dengan Pelatihan Mengidentifikasi dan Asassement ABK yaitu untuk mengenali tanda-tanda disabilitas, permasalahan yang sering dihadapi sekaligus memberikan solusi dan memenuhi kebutuhan anak-anak ABK.
Yayasan Kita Juga yang saat ini sebagai partner sudah memberikan pelatihan khusus melalui progam yang diberikan kepada para pengajar. Diantara edukasi khusus yang diberikan adalah perencanaan dan strategi. Guru diajarkan cara menghadapi anak ABK sesuai dengan masalahnya.
Misalnya saat menghadapi jenis anak berkebutuhan khusus sensorik netra dengan satu mata yang masih berfungsi, maka guru bisa merancang strategi yang sesuai dengan masalah tersebut. Misalnya dengan memperbesar tulisan atau yang lainnya.
Pelatihan-pelatihan ini dilakukan di Balai Kantor Kepala Desa dengan tujuan agar masyarakat sekitar bisa sadar dan menerima bahwa ABK juga memiliki hak yang sama yaitu untuk belajar dan berkembang.
Dan yang tak kalah penting, Yayasan Sankita juga memotivasi orang tua siswa ABK agar mendukung anak-anak mereka untuk bisa bersekolah di sekolah inklusi.
Saya berharap, sekolah-sekolah reguler lain mampu memiliki semangat yang sama dengan SDN Rangga Watu yang berkolaborasi dengan Yayasan Kita Juga untuk mewujudkan sekolah Inklusif.
Dengan begitu, anak-anak penyandang disabilitas akan mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Yaitu, menerima pendidikan yang baik. Memastikan tumbuh kembang mereka bisa optimal untuk menggapai masa depan yang cerah.
Posting Komentar
Posting Komentar