"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 88)
Sebagai manusia yang memiliki tujuan hidup untuk selalu berusaha berada di jalan kebaikan, saya adalah orang yang belajar komitmen dengan sebuah prinsip. Mungkin awalnya saya tidak mengerti banyak tentang ilmu agama islam terutama ilmu Fiqih. Namun seiring berjalannya waktu, Imam saya selalu mengingatkan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan yang ia inginkan.
Mungkin, beberapa orang akan menilai kami sebagai orang yang sok suci, tapi biarlah.. Pertanggung jawaban dihadapan Allah adalah yang terpenting dalam kehidupan ini. Dan dari Imam sayalah saya tahu apa itu sesuatu yang baik dan benar-benar baik.
Daun Pisang
Ada satu moment awal-awal saya menikah dengannya yang benar-benar menyentuh hati dan selalu saya ingat sampai saat ini. Saat itu, kami tinggal di Kalimantan Timur, sebuah kontrakan berdinding papan dan beralas geladak kayu khas rumah orang bugis. Saat itu saya sedang hamil anak pertama yang baru beberapa bulan, saat itu saya kepengen banget makan pepesan ikan pindang.
Tahu sendirilah, di kota susah sekali kita mendapatkan daun pisang kalau gak ke pasar ya kan. Nah.. kebetulan, disamping rumah ada pohon pisang tu ya.. Waktu itu suami sedang pergi bekerja seperti kebanyakan orang kantoran lainnya. Gak kayak sekarang yang kerjanya ya cuma dirumah aja. Karena orang baru, saya coba keluar rumah, yang kebetulan ada tetangga Sasak dan tetangga Bugis sedang ngobrol disana.
Mbak.. kok gak pernah muncul, betah dirumah aja?" begitu sapanya.
Oh.. iya bu.. saya tersenyum biasa, dan kemudian saya secara tidak langsung bertanya..
"Ibu punya pohon pisang? "
"Buat apa mbak, jawab sang Tetangga Bugis"
"Buat pepes ikan" jawab saya jujur
"Oh itu lo mbak.. ada daun pisang disebelah rumah (kontrakan yang saya tempatin), itu punyanya paman saya, ambil aja, gak papa kok"
Nah disanalah saya ambil kan itu daun pisangnya, namanya orang hamil kalo dah kepengen sesuatu ya harus ada haha. Tentu saja saya mengucapkan terimakasih kan. Oke.. sampai sini gak ada masalah, karena saya "sudah izin" sama orangnya.
Nah.. Masalahnya, pas suami sampe rumah, biasalah.. kita ngobrolin kegiatan pas nggak ketemu tadi ngapain aja. Sampailah di obrolan daun pisang punya pamannya tetangga Bugis kan.
"Dapat daun pisang dari mana dek?"
"Dari sebelah rumah, mas.."
"Udah Izin sama orangnya?"
"Udah, sama ibuk sebelah katanya punya pamannya"
"Udah bilang sama pamannya?"
"Ya belum, kan sama aja" jawab saya sekenanya kan.. emang bener hahhaa
"Lain kali jangan lagi ya.. Adek belum bilang sama orangnya, iya kalau pamannya mengizinkan, kalau nggak, gimana dong?"
Awalnya, saya sakit ati dong digituin, meskipun ngomongnya halus, saya ngerasa tersinggung, ngerasa jadi pencuri. Masak masalah daun pisang aja gak boleh sih, apalagi posisi lagi hamil nih, lagi sensi-sensinya kan. Itu daun pisang lo, nggak dimakan, nggak ikut masuk perut hahaha. Disanalah garis besarnya, bahwa "Segala hal yang akan masuk kedalam perut, harus jelas asal-usulnya. Bukan hanya halal, tapi juga berasal dari hal yang baik" Begitulah kira-kira maksud suami saya yang ingin ia sampaikan kepada istrinya yang masih berusaha ini. Dari sana juga saya mulai mempelajari prinsip hidup yang suami saya inginkan.
Menikah tanpa mengenal satu sama lain memang berbeda rasanya, tahun pertama.. kita jalanin dengan banyak penyesuaian. Saling memahami dan memaklumi satu sama lain.
Menikah tanpa pernah bertemu untuk saling melihat dan mempelajari kebiasaan dia sehari-hari memang berbeda, butuh lebih banyak kesabaran untuk bisa saling melengkapi. Hingga saat ini, saya sudah tahu lebih banyak dan tahu mengarah kemana kami nanti. Deskripsi rezeki yang kami miliki sama, prinsip hidup, jalan pikiran kami tentang uang sudah sama persis.
Itulah mengapa, kepada pasangan hidup kita harus saling terbuka dan berbagi rahasia sekecil apapun. Kalau bukan dengannya, mau berbagi dengan siapa lagi?
Sebagai Couple Blogger, Bagaimana Prinsip ini diaplikasikan?
Peertanyaan bagus! Kami memutuskan menulis artikel karena tidak ingin menggunakan barang bajakan. Meskipun suami lebih ke desian grafis, karena software-softwarenya pada mahal semua, akhirnya si Mas nggak lagi bikin animasi. Jikapun harus bikin, Mas bikin dengan aplikasi yang gratis ataupun hanya trial. Menulis artikel adalah jalan yang paling aman dan gampang dilakukan oleh kami. Semuanya jelas.
Kemudian, kami sepakat dalam diam untuk tidak menulis tentang Asuransi, Bank, Pinjaman Online, Kredit dan kawan-kawannya yang meragukan. Kami selalu berdiskusi tentang tawaran kerjasama yang masuk, apakah boleh ataukah tidak boleh. Dan itu udah jadi kebiasaan. Kadang saya juga ada perasaan ragu gitu kan, karena bayaran gede saya tanya sama si Mas, bisa gak nih? Tapi dalam hati kecil saya juga udah tau, jawabannya gak bisa haha. Jadiiii..meskipun bayarannya mahal, kami relakan. Awalnya sulit sekali untuk membiasakan hal seperti ini, namun kembali lagi kepada prinsip hidup kami "Kita hidup untuk kehidupan selanjutnya, bukan hanya untuk punya banyak uang dengan cara apapun. Bukan hanya dunia tujuan kita".
Kalau temen-temen gimana? Semoga kita semua dimudahkan dalam menjalankan kebaikan ya.. ^_^
Posting Komentar
Posting Komentar