Brand dompet wanita lokal yang tak mau “sekedar” menjual produk
Menjadi salah satu produsen brand dompet wanita lokal, Diby Leather terus menjaga kualitas produknya. Di tengah persaingan harga murah dompet wanita, label ini gak mau ikut-ikutan. Ayu, pemilik Diby Leather bilang bahwa dompet wanita yang ia produksi fokus pada kualitas yang tinggi.
Ayu gak beli material jadi ke pengrajin. Dia menyamak material kulitnya sendiri loh. Buat yang belum tahu, samak adalah proses pewarnaan kulit. Cara ini dipakai buat menghemat biaya produksi. Diby Leather mengkhususkan diri untuk memakai material pull-up. Pasalnya, jenis kulit ini cenderung lebih awet untuk membuat dompet wanita.
Gimana, pengen beli? Rentang harganya luas banget, jadi kamu gak perlu takut. Diby Leather mematok harga dompet wanita dan tas mulai 350 ribu sampai 2 juta rupiah. Kamu bisa cari produknya di marketplace online.
Tak punya keterampilan tak harus membuat berpangku tangan
Tertarik buka usaha kerajinan tangan tapi gak punya keterampilan? Jangan nyerah dulu. Ada banyak loh label kerajinan yang berawal dari belajar secara otodidak. Sebut saja owner Diby Leather, Ayu. Tinggal di Yogyakarta, Ayu punya semangat yang kuat. Ia merasa, produksi kerajinan sebenernya bisa dilakukan sendiri.
Akhirnya, ia coba belajar cara produksi kulit dari awal sendirian. Ayu mulai belajar teknik menjahit, membuat pola, sampai produksi sejak tahun 2012. Sebagai pebisnis, ia merasa harus paham soal hal terkecil dalam industrinya. Setelah punya dasar teknik, Ayu membeli beberapa mesin jahit untuk produksi dengan modal 30 juta.
Selain Ayu, ada banyak pengusaha sukses yang juga mulai dari nol. Kalau kamu pengen buka usaha dompet wanita juga, simak kisah 5 pengusaha di bawah ini.
- Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Kamu pasti tahu taksi Blue Bird dong? Nah, Siti Fatimah adalah pendirinya. Berawal dari kebangkrutan bisnis orang tuanya, Siti terjun ke dunia usaha batik dan telur. Siti akhirnya memulai bisnis taksi setelah kepergian suaminya.
- Reza Nurhilman. Bermodalkan 15 juta, Reza sukses membangun bisnis keripik Maicih yang sempat populer. Ia memasarkan produk itu secara online dan lewat agen-agen.
- Sunny Kamengmau. Pria yang tidak punya ijazah SMA ini sukses mengembangkan brand tas Robita. Label ini sangat digemari orang Jepang, bahkan para sosialita. Awalnya ia merupakan seorang tukang sapu loh! Karena kerjanya baik, dia ditunjuk menjadi satpam. Akhirnya, ia bertemu seorang pebisnis jepang dan ditantang membuat tas untuk dipasarkan. Usahanya awalnya stagnan, namun lama-lama makin berkembang.
- Nurhayati Subakat. Nurhayati adalah pendiri brand kosmetik populer, Wardah. Awalnya, bisnis ini sempat jatuh bangun. Namun, ia gak menyerah. Butuh 29 tahun bagi Nurhayati untuk membawa Wardah jadi brand sebesar sekarang.
Tantangan tidak datang dari diri sendiri saja, produk tiruan jadi momok tambahan
Kamu pasti sadar, kalau belakangan ini produk Cina bermunculan di pasaran. Hal tersebut diketahui disebabkan karena perjanjian China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) mulai diberlakukan sejak 10 Januari 2010. Karena hal ini, gampang banget barang Cina masuk ke Indonesia.
Masalahnya, produk Cina terkenal dengan harganya yang murah dan banyak juga produk tiruan brand terkenal. Dompet wanita jadi salah satu barang yang ditiru. Hal ini jadi tantangan buat produsen dompet wanita lokal.
Pedagang tekstil di Tanah Abang, Jakarta Pusat bilang kalau kualitas barang Cina lebih bagus dari lokal. Produk Cina mendominasi pasar tekstil sebanyak 80% di Tanah Abang. Pedagang di sana sendiri cenderung memilih produk Cina karena harganya juga lebih murah.
Seorang pedagang mainan anak juga bilang kalau perjanjian CAFTA bikin barang Cina banyak masuk ke tokonya. Ia mengaku, selain harga murah, kualitas produk Cina lebih baik dari produk lokal. Barang Cina juga dinilai lebih awet. Setelah CAFTA, harga mainan lokal juga turun 5-10% supaya tetap bersaing dengan barang Cina.
Gak cuma itu, ternyata serbuan produk dari Cina juga memengaruhi pedagang daerah. Misalnya, menurunnya omzet penjual batik di Pasar Grosir Setono Kota Pekalongan Jawa Tengah. Padahal, tempat ini merupakan sentra batik nasional.
Potensi peminat produk lokal kian meningkat
Di sisi lain, minat terhadap produk kerajinan lokal ternyata cukup tinggi loh! Gak Cuma dalam negeri, tapi juga luar negeri. Ekspor kerajinan Indonesia ke luar negeri terus meningkat. Tahun 2010, nilai ekspor kerajinan mencapari 15,5 triliun. Kemudian, pada tahun 2013 nilainya meningkat menjadi 21,7 triliun.
Peminat dalam negeri juga gak kalah tinggi. Konsumsi kerajinan dalam negeri mencapai 145,2 triliun pada 2013, meningkat 9,57 persen tiap tahunnya. Potensi ini bisa dikembangkan melalui pemasaran yang tepat. Internet dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan industri kerajinan.
Sekarang ada banyak marketplace online yang menyediakan lapak untuk berjualan. Salah satunya adalah Qlapa. Situs ini menjembatani pengrajin dengan konsumen. Karena sistemnya online, konsumen bisa dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri. Pengiriman barang bisa dilakukan lewat kurir, Praktis bukan?
Keren ih Diby Leather, kisahnya juga menginspirasi. Jadi pingin punya, hehe, eh tapi aku juga jual dompet juga ya. hahaha. Aku cukup ngerasain sih yang namanya kompetisi di dunia perdompetan, hahaha apa lagi zaman sekarang banyak inovasi, tapi salut juga sama pebisnis lokal yang konsisten dan bertahan :)
BalasHapus